Sabtu, 09 November 2013

Review: BERMULA DARI "A"

 
BERMULA DARI A : MANUSIA CACAT YANG SEMPURNA!

Film hitam putih berdurasi 16 menit ini bisa saya katakan sebagai film yang berhasil  mencuri emosi penonton, membawanya larut dalam luapan penokohan yang berkarakteristik khas. Apalagi, disertai adegan demi adegan yang tiap sudutnya berhasil memiliki poin tersendiri, tak menampakkan tempelan yang cenderung membosankan penonton. Sehingga tiap mata dapat menyimpulkan bahwa film ini dikemas cukup sempurna dan sangat layak untuk ditonton. Lalu, bagaimana BW. Purba Negara berhasil mencuri emosional penonton?

Nampaklah gambar yang membawa kita kekehidupan dua manusia difabel. Manusia yang perbedaannya amat kontras dengan manusia lainnya. Wanita penyandang tunanetra dan lelaki penyandang tunarungu wicara. Interaksi mengharukan yang jarang kita temui oleh manusia difabel. Diawali ketika keduanya belajar dan mengajarkan pelafalan huruf A, yang mau tak mau mereka harus memiliki semangat tinggi dalam pencapaiannya. Si wanita yang tak bisa melihat, tentu saja dengan susah payah menyentuh letak-letak tenggorokannya demi memberikan kapahaman. Dengan lelaki yang tak bisa berbicara, membuat pelafalan ini semakin rumit!

Pengawalan kisah yang begitu mengharukan. Namun, tak kalah haru ketika pertanyaan penonton “Mengapa pelafalan si lelaki harus bermula dari A?” itu terjawab. Kalimat Allahu Akbar menjadi dasar segala dasar dari semangat belajar mereka. Semangat untuk sebuah kesempurnaan. Karena kalimat ini mengawali satu kewajiban yang sangat penting, yaitu sholat, dan huruf A adalah awal mula segalanya!

Di tengah-tengah kisah pelafalan mereka yang nyaris sempurna, klimaks pun berhasil membumbui film ketika muncul adegan menyentuh atau meraba anggota tubuh yang paling sensitif oleh si wanita terhadap lelaki yang tak bisa dilihatnya. Sikap meraba yang sudah biasa dilakukan oleh pengidap tunanetra, membawanya pada satu kondisi yang mengagetkan. Betapa tidak, setelah melewati hari-hari rumit bersama, ia baru menyadari bahwa yang diajarinya selama ini adalah seorang lelaki. Lelaki yang dirabanya ternyata memiliki anggota tubuh yang tak dimilikinya. Tentu, kesalahan terbesar baginya adalah pernah mengimami si lelaki dalam sholatnya!

Lalu, bagaimana si wanita menyikapinya, ketika kesempurnaan pelafalan sudah nampak dipelupuk mata?

Inilah satu dari keberhasilan BW. Purba Negara mengguncang emosional penonton yang sangat layak diapresiasi!

Note: Film ini meraih "Best Short Film di Hanoi & Vladivostok International Film Festival 2012"

Jumat, 08 November 2013

Writing is "you"

Aku rindu kata,
aku rindu larik,
aku rindu bait,
karena aku, merindukan "kamu".

2 bulan tak menulis, 2 bulan tak menyentuh blog, 2 bulan pula tak memosting. Entah apa yang menyibukkanku. Lama,  aku meninggalkanmu. Aku merindukanmu, kamu yang selalu menyapa dibalik tulisanku. Tulisan yang aku tahu sangat buruk, tak bernilai.  Namun kamu tetap tersenyum, selalu menggoda, dan mengundang birahi untuk terus menyentuh keyboard pc-ku.

Sekarang, lihatlah tulisanku yang semakin absurd rasanya. Huruf-huruf itu datang dari negeri antah berantah, saling menyilang, membentuk spiders home. Tapi, aku janji, saat keputusasaan ada, aku tetap padamu. Karena ada kamu, disetiap goresanku. []

Minggu, 22 September 2013

R A S A

Saat terkoyak rasa
Angin datang membawa marah
Hujan datang membawa kecewa
Gelap datang membawa risau
Kilat datang membawa khayal
Dingin datang membawa isak

Hatiku sedang apa?

WANITA CANTIK




#Rambut adalah mahkota wanita, biarkan mahkotamu hanya untuk seseorang yang halal bagimu. :’)

#Aurat bukanlah permainan, karena auratmu adalah kunci surga dan nerakamu~

#Sedih jika berjilbab menunggu sebuah kesiapan. Karena ajal tak menunggu kesiapan itu. :’)

#Dan wanita berjilbab, bukan tanda bahwa ia sudah baik, tapi tanda bahwa ia ingin menjadi baik.


--- @dewi_datz 's note ---

Sabtu, 14 September 2013

PERCAKAPAN POLOS

Google's pic

“Kak Pinta, Efek Rumah Kaca itu apa?”
“Itu nama band, Wi...”
“Ooh saya pikir itu seperti nama soundtrack atau judul film begitu.” kataku datar. :|

HAHAHAHAHAHAHAHAHAAAAAA
Percakapan di dalam mobil antara saya dan Pinta itu adalah percakapan yang paling gila di dengar. Betapa polosnya pertanyaan itu.
Malam ini kami bertiga, saya, Pinta, dan Dila, meluncur menuju sebuah cafe yang bernama Raego. Disana beberapa teman-teman dalam komunitas film sudah menunggu. Sesampainya disana, percakapan kami di dalam mobil tadi kembali diulang. Si Pinta menceritakan pertanyaan saya itu ke mereka. Pertanyaan tentang Efek Rumah Kaca. Tentu saja mereka sebagai penikmat musik tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya. Apalagi Pinta menceritakannya dengan nada sungguh lucu dan ikut tertawa ngakak.
“Seriuss kasian.. saya tidak tahu itu Efek Rumah Kaca.” Timpalku pada mereka dengan wajah datar-datar saja dengan suara melemah yang membuat mereka semakin tertawa.

“Bukan hanya percakapan itu yang seru.” Sambung Pinta. “Tadi kita juga mampir di Golni, Si Dila mau lihat teman bandnya tampil di event musik. Trus Dila langsung beli 3 tiket, mau tidak mau kita langsung masuk ke dalam gedung. Dewi pun ikut masuk. Dan bayangkan Dewi dengan tampilan atasan pink, jilbab, dan rok yang muslimah sekali. Padahal di dalam penontonnya rocker-rocker pake baju hitam semua.. HAHAHAHAHAHAAA. Jelas saja Dewi jadi bahan tatapan. Hahahahahaaa.” Pinta bercerita lagi dengan nada terpingkal-pingkal.
 “Tadi itu saya dijebak leh. Apalagi band yang tampil hanya teriak-teriak yang liriknya cuma huruf A terus. Pokonya sepanjang lagu dia hanya nyanyi teriak A!” protesku datar.
“Hahahahaha.. itu memang kedengaran hanya A, Wi. Tapi itu ada liriknya dia nyanyi. Cuma karena dia teriak-teriak, jadi kedengarannya cuma A. Gitu.” Timpal Dila.
HAHAHAHAHHAHHHHAAAA. Saya pun diketawakan lagi. -____-
Di sela-sela pembicaraan yang makin gila itu, tiba-tiba salah seorang film maker mengambil Teh Sosro dari dalam cafe itu. Tiba-tiba saya langsung bertanya protes, “Oh disini ada Teh Sosro juga? Ya ampun, tau begitu saya tidak pesan kopi.”
“HAHAHAHAAHHAHAAA...” kembali mereka menertawakan saya lagi. “Iyalah Dewi ada teh sosro. Pertanyaanmu itu eee.. hahahaahah.”

Sudah, cukup sudah tertawanya. Malam itu cukup berkesan bagi kami. Dan malam itu juga malam terakhir Si Dila di Palu. Suasana makin hangat dalam dinginnya malam. Perut kami sakit karena tertawa.

Oh Tuhan! Sejak kapan saya polos begini. -____-
Sekian. :|

Rabu, 11 September 2013

BENCI #2

Puisi: Hanya Ingin Bilang “BENCI”

Mata alam terbuka kagum
Hati alam tertutup benci
Aku ingin mengetuk
Adakah manusia hidup di dalamnya?
Ataukah sebongkah jiwa mati?

Ragupun terjawab
Sesakpun telah nampak
1, 2, 3 dan 4.

Baik dan Benci, kini menjadi saudara.
Dalam diam, karenamu.
Adakah hati iba?