|
Google's pic |
“Kak Pinta,
Efek Rumah Kaca itu apa?”
“Itu nama
band, Wi...”
“Ooh saya
pikir itu seperti nama soundtrack atau judul film begitu.” kataku datar. :|
HAHAHAHAHAHAHAHAHAAAAAA
Percakapan
di dalam mobil antara saya dan Pinta itu adalah percakapan yang paling gila di
dengar. Betapa polosnya pertanyaan itu.
Malam ini
kami bertiga, saya, Pinta, dan Dila, meluncur menuju sebuah cafe yang bernama
Raego. Disana beberapa teman-teman dalam komunitas film sudah menunggu.
Sesampainya disana, percakapan kami di dalam mobil tadi kembali diulang. Si
Pinta menceritakan pertanyaan saya itu ke mereka. Pertanyaan tentang Efek Rumah
Kaca. Tentu saja mereka sebagai penikmat musik tertawa terpingkal-pingkal
mendengarnya. Apalagi Pinta menceritakannya dengan nada sungguh lucu dan ikut
tertawa ngakak.
“Seriuss
kasian.. saya tidak tahu itu Efek Rumah Kaca.” Timpalku pada mereka dengan
wajah datar-datar saja dengan suara melemah yang membuat mereka semakin
tertawa.
“Bukan hanya
percakapan itu yang seru.” Sambung Pinta. “Tadi kita juga mampir di Golni, Si
Dila mau lihat teman bandnya tampil di event musik. Trus Dila langsung beli 3
tiket, mau tidak mau kita langsung masuk ke dalam gedung. Dewi pun ikut masuk.
Dan bayangkan Dewi dengan tampilan atasan pink, jilbab, dan rok yang muslimah
sekali. Padahal di dalam penontonnya rocker-rocker pake baju hitam semua..
HAHAHAHAHAHAAA. Jelas saja Dewi jadi bahan tatapan. Hahahahahaaa.” Pinta
bercerita lagi dengan nada terpingkal-pingkal.
“Tadi itu saya dijebak leh. Apalagi band yang
tampil hanya teriak-teriak yang liriknya cuma huruf A terus. Pokonya sepanjang
lagu dia hanya nyanyi teriak A!” protesku datar.
“Hahahahaha..
itu memang kedengaran hanya A, Wi. Tapi itu ada liriknya dia nyanyi. Cuma
karena dia teriak-teriak, jadi kedengarannya cuma A. Gitu.” Timpal Dila.
HAHAHAHAHHAHHHHAAAA.
Saya pun diketawakan lagi. -____-
Di sela-sela
pembicaraan yang makin gila itu, tiba-tiba salah seorang film maker mengambil
Teh Sosro dari dalam cafe itu. Tiba-tiba saya langsung bertanya protes, “Oh disini
ada Teh Sosro juga? Ya ampun, tau begitu saya tidak pesan kopi.”
“HAHAHAHAAHHAHAAA...”
kembali mereka menertawakan saya lagi. “Iyalah Dewi ada teh sosro. Pertanyaanmu itu eee..
hahahaahah.”
Sudah, cukup
sudah tertawanya. Malam itu cukup berkesan bagi kami. Dan malam itu juga malam
terakhir Si Dila di Palu. Suasana makin hangat dalam dinginnya malam. Perut
kami sakit karena tertawa.
Oh Tuhan!
Sejak kapan saya polos begini. -____-
Sekian. :|